Senin, 30 November 2009

Surga Dalam Rumah Tangga

Dalam istilah para ahli hadits dan ahli fiqih, yang dimaksud dengan perkawinan adalah pernikahan, yakni hubungan yang terbina antara seorang lelaki (suami) dan seorang perempuan (istri) dengan satu ikatan akad syar'i. Semua syarat ikatan akad itu dan rukunnya, seperti wali, mahar, dua orang saksi yang adil serta ijab dan kabul terpenuhi.
Adapun hadits-hadits & ayat-ayat dalam Qur'an yang menjadi dasar diadakannya sebuah perkawinan adalah sebagai berikut:


  1. "Wahai sekalian pemuda, barangsiapa di antara kamu telah memiliki al-Baa'ah (kemampuan memberi nafkah lahir dan batin) maka hendaklah dia segera menikah. Karena sesungguhnya, yang demikian dapat menundukkan pandangan dan menjaga kemaluan" (HR Bukhari dan Muslim).

  2. "...Maka perempuan itu tidak halal lagi baginya hingga dia kawin dengan suami yang lain..." (QS : al-Baqarah (2): 230)

  3. "...Maka janganlah kamu (wali) menghalangi mereka kawin lagi dengan bakal suaminya, apabila telah dapat kerelaan diantara mereka dengan cara yang ma'ruf..." (QS : al-Baqarah (2): 232).

  4. "Dan di antara tanda-tanda kekuasan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang..." (ar-Ruum (30): 21).

  5. "Dan sesungguhnya, Kami telah mengutus beberapa Rasul sebelum kamu dan Kami memberikan kepada mereka istri-istri dan keturunan..." (QS: ar-Ra'd (13): 38).

  6. "Nikah adalah sunnahku. Barang siapa yang suka mencontoh fitrahku, hendaklah dia mengikuti sunnahku". (HR Abu Ya'la).
PENTINGNYA KELUARGA
Islam sangat menganjurkan untuk membentuk sebuah keluarga dan menyerukan kepada manusia untuk hidup di bawah naungannya.
Sebuah keluarga adalah kebutuhan fitrah yang sangat sesuai dengan hidup yang Allah SWT inginkan sejak awal penciptaan manusia. Allah SWT berfirman,

"Dan sesungguhnya, Kami telah mengutus beberapa Rasul sebelum kamu dan Kami memberikan kepada mereka istri-istri dan keturunan..." (QS: ar-Ra'd (13): 38).

MEMBENTUK KELUARGA DALAM ISLAM
  1. Melahirkan keturunan
  2. Melindungi diri dari godaan setan
  3. Bersama menanggung beban kehidupan

"Dan di antara tanda-tanda kekuasan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang." (ar-Ruum (30): 21). "Sesungguhnya, seisi dunia adalah perhiasan dan sebaik-baiknya perhiasan dunia adalah wanita yang shalehah." (HR Muslim dan Nasa'i).

  1. Menenangkan jiwa "...supaya kamu senang kepadanya..." (al-A'raaf (7): 189)
  2. Memenuhi hak-hak anggota keluarga. "Setiap kamu adalah pemimpin, dan setiap pemimpin akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya." (HR Bukhari dan Muslim). "Segala sesuatu yang diberikan seorang lelaki kepada keluarganya adalah sedekah. Seorang lelaki akan mendapatkan pahala karena sesuap makanan yang diberikan kepada istrinya." (HR Bukhari dan Muslim). "Apabila dosa seorang hamba telah menumpuk, Allah akan memberikan musibah kepadanya dengan tanggungan (istri dan anak), sebagai penebus dosa-dosanya itu." (HR Ahmad). "Ada dosa yang tidak bisa ditebus kecuali dengan perasaan risau dalam mencari nafkah." (HR Thabrani).
  3. Pemindahan kepemilikan harta waris. "Panggilah mereka (anak-anak angkat itu) dengan (memakai) nama bapak-bapak mereka. Itulah yang lebih adil pada sisi Allah SWT, dan jika kamu tidak mengetahui bapak-baak mereka maka (panggilah mereka sebagai) saudara- saudaramu seagama dan maula-maulamu..." (al-Ahzab (33): 5).

MEMBENTUK SEBUAH KELUARGA


MEMILIH SUAMI ATAU ISTRI

Tentang kaidah-kadah memilih istri, Allah SWT telah memaparkannya dalam Al Qur'an, diantaranya di dalam ayat yang berbunyi, "Dan barang siapa diantara kamu (orang merdeka) tidak cukup perbelanjaanya untuk mengawini wanita merdeka lagi beriman, dia boleh mengawini wanita yang beriman dari budak-budak yang kamu miliki. Allah mengetahui keimannmu; sebagianmu adalah dari sebagian yang lain, karena itu kawinilah mereka dengan seizin tuan mereka dan berilah mas kawin mereka menurut yang patut, sedang merekapun wanita-wanita yang memelihara diri, bukan pezina dan bukan (pula) perempuan yang mengambil laki-laki lain sebagai piaraannya. Dan apabila mereka telah menjaga diri dengan kawin, kemudian mereka mengerjakan perbuatan yang keji (zina) maka atas mereka separuh hukuman dari hukuman wanita-wanita merdeka yang bersuami. (kebolehan mengawini budak) itu adalah bagi orang-orang yang takut kepada kesulitan menjaga diri (dari perbuatan zina) di antaramu, dan kesabaranmu itu lebih baik bagimu. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." (Qs: an-Nisaa' (4): 25).

Adapun ayat-ayat Qur'an yang lain yang berhubungan dengan kaidah-kaidah memilih istri dapat dilihat dalam:

  1. QS : al-Baqarah (2) : 221
  2. QS : an-Nuur (24) : 32
  3. QS : at-Tahriim (66) : 5

Nabi Muhammad SAW pun memberikan perhatian yang sangat intensif mengenai hal ini. Dari Abu Hurairah r.a., Nabi SAW bersabda,


"Perempuan itu dinikahi karena empat hal: hartanya, keturunannya, kacantikannya, dan agamanya. Pilihlah perempuan yang baik agamanya, niscaya engkau akan beruntung." (HR Bukhari).

Kaidah-kaidah memilih suami yang baik dalam pandangan Islam adalah suami yang mempunyai sifat-sifat kemanusiaan yang terpuji dan tingkah laku lelaki yang sempurna. Dia memandang kehidupan ini dengan pandangan lurus dan baik. Bukan suami yang hanya bisa mengandalkan harta kekayaan, ketampanan wajahnya, dan jabatan tinggi, tanpa diikuti dengan sifat yang baik dan mulia.

Nabi SAW menganjurkan untuk menerima orang yang mempunyai keistimewaan dalam hal agama dan akhlak yag baik. Seperti dalam sabda Beliau, "Apabila datang kepada kalian orang yang kalian senangi agama dan akhlaqnya, nikahilah dia. Jika kalian tidak melakukannya, akan terjadi fitnah di muka bumi dan kerusakan yang amat besar."

Para sahabat bertanya, "Sekalipun dia fakir dan berasal dari keturunan yang rendah ya Rasul?"

Beliau menjawab, "Apabila datang pada kalian orang yang kalian senangi agama dan akhlaknya, maka nikahilah dia". Beliau mengucapkan itu hingga tiga kali. (HR Tirmizi).

Adapun ayat al-Qur'an yang berhubungan dengan kaidah-kaidah memilih suami dapat dilihat juga dalam QS : al-Hujaraat (49) : 13.

MEMINANG

Islam menjadikan meminang sebagai sarana untuk mengenal sifat-sifat terpuji yang diperlukan oleh seorang laki-laki agar dia dapat merasa tenteram bersama wanita yang dinikahinya. Sehingga, disaat dia meyakinkan diri untuk menikah dengan wanita itu, dia merasa tentram secara lahir maupun batin, dikarenakan dia mengenal baik dengan calon istrinya. Dia tidak akan terkejut disuatu saat jika mendapati hal-hal yang dapat mengeruhkan kehidupannya kelak.

Jubir bin Abdullah berkata, "Rasulullah bersabda, Apabila salah seorang dari kalian meminang seorang wanita, jika dapat melihat pada wanita itu sesuatu yang bisa menambah keinginannya untuk menikahinya, maka lakukanlah."

MEMINANG PINANGAN ORANG LAIN

Dalam Islam seorang laki-laki yang meminang seorang wanita yang telah dipinang laki-laki lain selama pinangan itu masih berlangsung adalah haram.

Ibnu Umar berkata, "Nabi SAW melarang menjual barang yang sudah ditawarkan kepada orang lain. Tidak boleh meminang wanita yang sudah dipinang orang lain sampai si pelamar meninggalkannyaatau dengan seizinnya." (HR Bukhari).

Beliau juga bersabda, "Seorang mukmin adalah saudara bagi mukmin yang lain. Maka, tidak halal bagi seorang mukmin menjual barang yang sudah ditawarkan kepada saudaranya yang lain, dan tidak halal pula dia meminang pinangannya saudaranya." (HR Muslim).

Tetapi jika seseorang tidak mengetahui bahwa wanitanya itu telah dipinang oleh orang lain dan wanitanya belum menyetujuinya maka hal itu tidaklah mengapa.

KERELAAN WANITA

Dalam Islam tidak pernah menyetujui bila wanita dinikahkan secara paksa atau tanpa persetujuan darinya, bahkan di dalam Islam menjadikan persetujuan wanita dan penerimaannya sebagai sebuah syarat.

Ibnu Abbas berkata, "Rasulullah SAW bersabda, Perempuan janda lebih berhak atas dirinya daripada walinya. Wanita perawan harus diminta izinnya, dan izinnya ialah diamnya." (HR Muslim).

PEREMPUAN MEMINANG LELAKI

Islam memperbolehkan seorang wanita melamar seorang lelaki dan juga telah menetapkan haknya untuk itu, selama dapat menjaga kesalehan dalam memilih. Hal ini sudah dikenal dikalangan bangsa Arab sebelum kedatangan Islam. Contohnya adalah Siti Khadijah binti Khuwalid yang meminang Rasulullah SAW.

AKAD NIKAH

Berdasarkan kedudukannya pernikahan yang penting dalam Islam dan sistem sosial, serta segala kebaikan yang ada di dalamnya untuk menyucikan jiwa, Allah telah menetapkan aturan, sistem, dan hukum yang terkait dengannya. Aturan, sistem dan hukum itu telah ditetapkan sejak tumbuh keinginan dalam diri peminang untuk menyempurnakan pinangannyasampai ke pernikahan. Allah juga mengaturnya dengan memberikan jaminan, baik material dan sepiritual, sejak bangkit sampai dia mati, atau Allah mengubahnya untuk menjaga hak pihak-pihak yang terkait.

RUKUN-RUKUN AKAD

Sebagaimana dalam sholat, akad pun memiliki rukun yaitu sebagai berikut:

  1. Adanya dua pihak yang melakukan akad.
  2. Ada sesuatu yang akan diakadkan.
  3. Ijab dan kabul
Namun, sebagian besar ulama fiqih berpendapat bahwa rukun akad nikah hanya ijab dan kabul karena dalam pelaksanaan ijab dan kabul harus ada dua pihak yang melakukan akad dan sesuatu yang diakadkan.

SYARAT-SYARAT AKAD
  1. Dua pihak yang melakukan akad memiliki akal sehat.
  2. Hanya ada satu tempat ijab dan kabul dilaksanakan.
  3. Kabul tidak menyalahi ijab ketika diucapkan memberi kebaikan yang lebih bagi mujib.
  4. Dua pihak yang melakukan akad mendengar dan memahami maksud ucapan masing-masing.

PESTA PERNIKAHAN (WALIMAH)

Islam menganjurkan sang suami untuk mengadakan walimah, mengundang keluarga, sahabat-sahabatnya serta fakir miskin sebagai tanda syukur kepada Allah SWT. Sebaiknya pesta pernikahan janganlah dipaksakan ataupun diadakan secara berlebih-lebihan di luar kemampuan.

Abu Sa'id as Sa'idi berkata bahwa RAsulullah SAW, berdo'a pada saat pernikahannya, sementara di saat itu , istrinya melayani para tamu, padahal dia adalah pengantin wanita. Ketika Rasulullah SAW selesai makan, dia menuangkan air naqi (air yang didalamnya direndam buah kurma) yang beliau buat di waktu malam. (HR asy-Syaikhani).

Beliau mengadakan pesta pernikahan yang sederhana dan tidak pernah menyembelih lebih dari satu ekor kambing. Anas berkata, "Aku tidak pernah melihat Nabi SAW mengadakan pesta pernikahan untuk seorangpun dari istri-istri beliau, seperti yang beliau adakan untuk Zainab. Beliau mengadakan pesta pernikahan dengan seekor kambing." (HR asy-Syaikhani).

ADAB DI TEMPAT TIDUR
Ketika suami istri berada di tempat tidur, ada beberapa adab yang harus diperhatikan.
  1. Mencumbu istri dan merayunya untuk membangkitkan gairah jimaknya.
  2. Jangan melihat kemaluannya, karena ada kemungkinan menimbulkan rasa jengah atau tidak senang dari istri.
  3. Membaca do'a.
  4. Haram menjimak istri dalam keadaan Haid atau nifas.
  5. Haram menjimak selain daripada kemaluannya.
  6. Jangan mencabut kemaluan sebelum istri mencapai orgasme karena hal itu akan menyakiti hatinya, dan menyakiti hati seorang muslim adalah berdosa.
  7. Tidak boleh melakukan 'azal (sanggama terputus) dengan alasan untuk menghindari kehamilan, kecuali atas seijin istri. Nabi SAW bersabda, "'Azal adalah mengubr anak hidup-hidup secara terselubung."
  8. Disunnahkan berwudlu terlebih dahulu sebelum mengulang jimak, ataupun hendak tidur atau makan sebelum mandi junub.
  9. Dibolehkan bersenang-senang dengan istri ketika haid atau nifas ditempat selain antara pusar dan lutu. Rasulullah bersabda, "Lakukan apa saja kecuali jimak."

PEREMPUAN-PEREMPUAN YANG HARAM UNTUK DINIKAHI

Jika dilihat dalam QS : an-Nisaa (4) : 22-24 perempuan -perempuan yang yang diharamkan dapat dikelompokkan menjadi dua, yakni sbb:

I. Perempuan-perempuan yang diharamkan untuk dinikahi selamanya (abadi)

Mereka adalah perempuan-perempuan yang diharamkan untuk dinikahi karena sifat yang tidak bisa berubah atau hilang. Yaitu :

  1. Perempuan-perempuan yang senasab
  2. Perempuan-perempuan dengan hubungan mushaaharah (hubungan kekerabatan karena adanya hubungan pernikahan seperti, menantu, mertua, dan ipa).
  3. Perempuan-perempuan saudara sepersusuan.

II. Perempuan-perempuan yang diharamkan yang bersifat sementara

Mereka adalah perempuan-perempuan yang haram dinikahi karena sebab yang bisa berubah atau hilang. Selama sebab itu ada, selama itu juga ia haram dinikahi. Yaitu:

  1. Saudara perempuan istri, sampai istri diceraikan dan habis masa 'iddahnya atau istri telah meninggal dunia.
  2. Bibi istri, baik dari pihak bapak maupun ibu, tidak boleh dinikahi sampai istri diceraikan atau habis 'iddahnya, atau istri telah meninggal dunia.
  3. Perempuan yang bersuami sampai dia diceraikan oleh suaminya atau menjadi janda dan habis masa 'iddahnya.
  4. Perempuan yang ditalak tiga sampai dia menikah lagi dengan laki-laki lain.
  5. Perempuan penzina hingga dia bertobat.
  6. Perempuan yang masih dalam masa 'iddah.
  7. Perempuan yang saling bersumpah dengan suaminya diharamkan atas suaminya selama-lamanya.
  8. Pernikahan kelima yang daam tanggungannya sudah ada empat orang istri.
  9. Menikah dengan budak perempuan, sementara dia telah menikah dengan perempuan (istri) yang telah merdeka.
  10. Wanita yang tidak menganut agama samawi.
  11. Wanita murtad.
  12. Perempuan yang mempunyai budak lelaki.
  13. Perempuan yang berihram dalam ibadah haji atau umrah.

NIKAH FASID (TIDAK SAH)

  1. Nikah Mut'ah (Kawin Kontrak), pernikahan dengan menentukan umur pernikahan dengan waktu tertentu.

  2. Nikah Syighar, pernikahan dimana seorang wali menikahkan wanita yang ditanggungnya dengan seorang lelaki. Syaratnya, lelaki yang dinikahkan tersebut menikahkan wali tersebut dengan wanita yang ditanggungnya juga, baik maharnya disebutkan maupun tidak. "Tidak ada syighar dalam Islam". (HR Muslim).
  3. Nikah Muhallil, adalah seorang perempuan ditalak suaminya dengan talak tiga, lalu perempuan itu menikah dengan lelaki lain agar ia halal untuk suamnya yang pertama. Dalil yang digunakan "... Maka, perempuan itu tidak halal lagi baginya hingga dia menikah dengan suami yang lain..." (al-Baqarah (2) : 230).
  4. Nikah Muhrim, adalah pernikahan seorang lelaki yang berada dalam ihram haji atau ihram umrah, sebelum tahallul. Adapun dalilnya "Orang yang berihram tidak boleh menikah dan juga tidak boleh menikahkan". (HR Muslim).
  5. Nikah dalam Masa 'Iddah, adalah seorang lelaki menikahi seorang perempuan yang masih berada dalam masa 'iddah karena talak atau suaminya wafat. Adapun dalilnya "...Dan janganlah kamu berazam (bertetap hati) untuk berakad nikah sebelum habis masa 'iddahnya..." (QS : al-Baqarah (2) : 235).
  6. Nikah Tanpa Wali, adalah pernikahan seorang lelaki dengan seorang perempuan tanpa seijin walinya.
  7. Nikah Perempuan Kafir yang Bukan Ahlulkitab, haram bagi seorang lelaki muslim menikah dengan wanita kafir, baik majusi, komunis, maupun penyembah berhala. Adapun dalilnya adalah firman Allah SWT "Dan janganlah kamu menikahi perempuan-perempuan musyrik sebelum mereka beriman...". (QS : al-Baqarah (2) : 221). Begitu juga haram bagi seorang perempuan muslimah menikah dengan lelaki kafir secara mutlak, baik kafir yang berasal dari Ahlulkitab maupun kafir yang tidak berasal dari Ahlulkitab. Adapun dalilnya adalah firman Allah SWT "...Mereka tidak halal bagi orang-orang kafir itudan orang-orang kafir tidak halal pula bagi mereka...". (QS : al-Mumtahanah (60) : 10).

HAK DAN KEWAJIBAN SUAMI ISTRI

Hak Suami dan Kewajiban Istri
Ada beberapa hak suami yang menjadi kewajiban istri. Istri berkewajiban membahagiakannya dengan segala cara makna yang terkait dengan kehidupan rumah tangga dan perasaannya, menjauhkan dari kbencian dan kecelakaan, juga menjauhkannya dari akibat permusuhan dan kebencian.


Taat dalam Perkara Bukan Maksiat


Ibnu Umar berkata, "Aku mendengar Rasulullah SAW bersabda, "Seorang istri yang keluar rumah dan suaminya tidak senang, dia dilaknat setiap malaikat yang ada di langit dan ada di setiap sesuatu yang dilewatinya, selain jin manusia, sampai dia kembali." (HR Tabrani dalam al-Awsath).

"Istri yang meninggal dunia dan suaminya ridha, niscaya a akan masuk Surga". (HR Ibnu Majah dan Tarmizi).


Istri yang taat pada suaminya tidak akan tersentuh api neraka. Rasulullah bersabda, "Tiga manusia yang tidak akan disentuh : pertama, wanita yang taat keada suaminya; kedua, anak yang berbakti kepada kedu orang tuanya; dan ketiga, budak yang dapat menunaikan hak Allah dan hak tuannya".


Istri Harus Tinggal di Rumah


Allah SWT mengharuskan istri tinggal di rumah sebagai timbal baliknya dari kewajiban suami menafkahinya. Keharusan ini dianggap sebagai salah satu hak dari hak-hak suami kepaa istri, dan istri dituntut untuk melaksanakannya. Istri yang tidak lalai melaksanakannya dianggap salah satu penyebab wajibnya suami menafkahi istri.

Puasa Sunnah Tanpa Izin Suami


Rasulullah bersabda, "Hak suami atas istrinya adalah jika dia meminta akan dirinya (ngin menjimaknya) sedang istri dalam keadaan suci, dia tidak boleh menolaknya. Dan, diantara hak-hak suami atas istrinya ialah istri tidak boleh berpuasa sunnah kecuali mendapat izin suaminya. Jika dia tetap melakukannya, lalu dia kehausan dan kelaparan, tetap tidak akan diterima puasanya. Istri juga tidak boleh keluar dari rumahnya tanpa seizin suaminya. Jika dia tetap melakukannya, para malaikat yang ada dilangit; malaikat rahmat dan malaikat azab akan melaknatnya sampai dia kembali". (HR Thabari).


Tidak Mengizinkan Orang yang Tidak Disukai Suami Masuk Rumah


Di antara hak-hak suam atas istrinya adalah tidak boleh memberi izin masuk ke rumah, kepada orang yang tidak disukai oleh suami untuk mencegah hal-hal yang merusak dan menjauhkan hal-hal yang samar, yang dapat menimbulkan gangguan dalam kehidupan suami istri.


Rasulullah SAW bersabda, "Tidak halal bagi seorang istri yang beriman kepada Allah SWT, memberikan izin kepada seseorang untuk masuk ke dalam rumah suaminya, sedangkan suaminya tidak senang, dan sedang keluar rumah, juga tidak memberi izin. Tidak boleh patuh kepada siapa pun selain kepada suaminya. Tidak boleh meninggalkan tempat tidurnya, dan tidak boleh memukul suaminya sekalipun dia yang berbuat zalim. Hendaklah dia datang kepada suaminya dan memperbaikinya, lalu suaminya ridha. Jika suaminya menerima, itulah nikmat dan Allah menerima maafnya serta hasil usahanya. Istri itupun tidak berdosa. Tetapi, jika suaminya tidak menerima dan tidak ridha, Allah telah mendengar alasannya dan uzurnya." (HR Hakim).


Melakukan Sesuatu yang Disukai Suami


Diantara hak-hak suami atas istrinya adalah istri harus berusaha melakukan perbuatan-perbuatan yang disukai oleh suami dan jangan sekali-sekali merasa bosan.


Ikhlas terhadap Suami

Ikhlas adalah sebuah sifat yang sangat indah. Istri yang ikhlas seperti mimpi indahyang menyenangkan dan menggoda setiap laki-laki. Laki-laki yang hidup dengan mimpi ini akan selalu berangan-angan semoga saja tidak terbangn dari mimpi indah tersebut.


Diantara keikhlasan seorang istri terhadap suaminya adalah dia tidak tidak pernah meninggalkan suaminya saat dia tertimpa musibah, baik pada harta maupun badanya. Bahkan dia selalu berada di sampingnya, berbagi kepahitan hidup dengannya sebagaimana dia berbagi kebahagiaan dalam hidup.


Berhias untuk Suami


Pada hakikatnya, bersolek atau berhias tidak diperbolehkan kecuali untuk suami agar hatinya merasa senang. Itu adalah hak suami dan kewajiban istri yang tidak bisa dihilangkan, sekalipun keduanya telah berumur separuh baya.


Memberikan Waktu untuk Suami


Bukhari meriwayatkan dari Abdullah bin 'Amr bin 'Ash, dan berkata, "Rasulullah bersabda, "Hai Abdullah, benarkah kabar yang menyebutkan bahwa engkau puasa di siang hari dan bangun (beribadah) di malam hari?".

Dia menjawab, "Benar, ya Rasulullah".

Rasulullah bersabda, "Jangan engkau lakukan. Berpusa dan berbukalah. Bangunlah di malam hari dan tidurlah. Sesungguhnya, tubuhmu mempunyai hak atas engkau, matamu mempunyai hak atas engkau, dan istrimu mempunyai hak atas engakau". (HR Bukhari).


Mempergauli Suami dengan Baik

Sesungguhnya, mempergauli suami dengan cara yang baik merupakan akhlaq yang mulia dan amal yang baik. Seorang istri yang melakukan hal tersebut akan mendapatkan pahala yang besar dari Allah SWT.


"Dan diantara tanda-tanda kekuasanNya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istrimu dari jenismu sendiri supaya kamu cenderung dan merasa tentram kepadanya, dan dijadikanNya diantara kamu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya, pada yng demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir". (QS : ar-Ruum (30) : 21).


Berduka atas Kematian Suami


Diantara hak suami atas istrinya adalah apabila sang suami meninggal dunia, seorang istri tidak boleh berduka atau memakai pakaian duka lebih dari empat bulan sepuluh hari, dan dalam masa itu, dia tidak boleh memakai wangi-wangian dan perhiasan.


Allah berfirman, "Orang-orang yang meninggal dunia diantara kamu dengan meninggalkan istri-istri (hendaklah para istri itu) menangguhkan dirinya (beriddah) empat bulan sepuluh hari..." (QS : al-Baqarah (2) : 234).


Pekerjaan Rumah


Yaitu, segala sesuatu yang diperlukan di rumah, seperti kebersihan, kerapian, menyiapkan makanan, dan lain-lain. Tidak ada nash, baik dari Qur'an maupun dari As-Sunnah yang mengharuskan istri melakukan itu untuk memenuhi hak suami. Namun, sejak zaman nabi Rasulullah SAW, hal ini telah menjadi kebiasaan atau adat, dan hal ini tidak menjadi pertentangan sampai ada nash yang menyatakannya.


HAK ISTRI KEWAJIBAN SUAMI


Mas Kawin


Mas kawin adalah sesuatu yang diberikan untuk istri dari harta suami. Afdhalnya, mas kawin diberikan pada saat akad nikah walaupun jumlahnya hanya separuh. Apabila mas kawin tidak disebut-sebutkan dalam akad, itu tidak mempengaruhi sah tidaknya akad.


Mas kawin adalah harta yang pertama diberikan oleh seorang suamikepada istrinya. Yang merupakan bentuk ungkapan kejujuran niat dan pengumuman alan awal hubungnan baik yang dijalin oleh keduanya.

"Berikanlah mas kawin (mahar) kepada wanita (yang kamu nikahi) sebagai pemberian dengan penuh kerelaan..." (QS : an-Nisaa (4) : 4).


Nafkah

Nafkah adalah salah satu dari hak istri dari hak-haknya yang lain atas suaminya, sejak mereka hidup sebagai suami istri/ berumah tangga. Dengan inilah syariat Islam memutuskan, dan hal itu tetap berlaku untuk istri yang kaya ataupun miskin.


Adapun ayat Qur'an yang berkaitan dengan nafkah adalah sbb :


"Hendaklah orang yang mampu memberi nafkah menurut kemampuannya...." (QS : ath-Thalaaq (65) : 7).


"...Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara yang ma'ruf..." (QS : al-Baqarah (2) : 233).


"Tempatkanlah mereka (para istri) dimana kamu bertempat tinggal menurut kemampuanmu..." (QS : ath-Thalaaq (65) : 6).


Pendidikan dan Pengajaran


Islam sangat menginginkanagar pemeluknya, baik laki-laki maupun perempuan, meningkatkan wawasan, ilmu, dan pengetahuan agamanya. Oleh karena itu, menuntut ilmu diwajibkan bagi setiap muslim dan muslimah. Seorang suami tidak diperkenankan menghalangi istrinya yang ingin menuntut ilmu agama, sosial dan ilmu-ilmu lainnyauntuk menambah wawasan. Selain itu, berbagai ilmu yang dipelajarinya juga dapat menjadi pelindung darinya dari ketergelinciran dan penyelewengan.


Karena itulah -termasuk hak istri atas suaminya- suami wajib mengajarkan hukum-hukum shalat dan hukum-hukum haid kepada sang istri. Suam juga wajib mengajarkan apa saja yang dapat menghilangkan bid'ah dan kemungkaran dari hati istrinya. Suami menjelaskan tentang aqidah yang benar. Apabila suami tidak mampu mengajarkannya, istri diperolehkan keluar rumah untuk bertanya kepada seorang ulama, apabila suami tidak bersedia dia yang mewakilinya untuk bertanya.


Suami tidak boleh melarang istrinya jika dia ingin mengetahui apa yang harus dia ketahui tentng berbagai perkara agama dan dasar-dasarnya. Jika suami menolak dan melarang istrinya malakukan hal itu, maka suaminya berdosa.


Mendapat Perlakuan Adil


Diantara hak istri atas suaminya adalah mendapatkan keadilan dalam nafkah dan tempat tinggal, jika suami memiliki istri lebih dari satu. Sebab, tuntutan dalam mempergauli istri adalah dengan ma'ruf (baik atau patut). Allah SWT telah memerintahkan hal itu dalam ayatNya yang berbunyi "...Dan bergaulah dengan mereka secara patut..." (Qs : an-Nisaa (4) : 19).


Suami harus berlaku adil kepada semua istri-istrinya ketika dia berpoligami. Inilah yang dijelaskan oleh sunnah nabawi. Rasullah SAW bersabda "Barang siapa mempunyai dua orang istri lalu dia lebih condong ke salah satunya, dia akan datang pada hari kiamat dalam keadaan miring". (HR Ash-Haabus-Sunan).


Mendapatkan Kesenangan yang Tidak Merusak


Ketika hak suami atas istri terpenuhi-yakni kewajiban tinggal di rumah bagi seorang istri dan tidak boleh keluar rumah tanpa izin suami atau alasan yang bisa dibenarkan-maka sudah menjadi hak istri atas suaminya untuk mendapat kesenangan yang tidak merusak. Kesenangan yang tidak menjatuhkan kewibawaanya dan kesenangan yang tidak berlebihan.


Rasulullah bersabda, "Orang mukmin yang paling sempurna adalah orang mukmin yang paling baik akhlaknya dan paling lemah lembut terhadap keluarganya." (HR Tirmidzi, Nasa'i dan Hakim).


Tidak Berlebihan Ketika Cemburu


Cemburu adalh sifat manusia. Salah satu diantara hak-hak istri atas suami adalah tidak berlebihan ketika cemburu.


Rasulullah bersabda, "Ada cemburu yang dimurkai Allah, yakni cemburunya suami kepada istri tanpa ada keraguan." (HR Abu Daud, Nasa'i, dan Ibnu Majah).


Allah SWT berfirman, "Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka, sesungguhnya, sebagian dari prasangka itu adalah dosa dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain..." (QS : al_Hujaraat (49) : 12).


Tidak Berlebihan Saat Wajib Cemburu

Rasulullah SAW bersabda,"Ada tiga orang yang tidak akan masuk Surga selama-lamanya, Mereka adalah ad-dayyuuts, ar-rujlah minan Nisaa', dan peminum khamer."


Para sahabat berkata,"Peminum khamer sudah kami ketahui, tetapi siapakah ad-dayyuuts itu ya Rasulullah?"


Rasulullah SAW bersabda,"Orang yang tidak peduli siapa orang yang masuk menemui istrinya".


Para sahabat bertanya kembali,"Lalu siapakah ar-rujlah minan-nisaa' itu ya rasul?"


Beliau menjawab,"Perempuan yang menyerupai laki-laki."


Adapun ayat-ayat Qur'an yang mendukung dalil-dalil ini adalah.


  1. Qs : an-Nuur (24) : 4-5
  2. Qs : al-Hujaraat (49) : 12)

Menerima Prasangka Baik Suami


Diantara hak istri atas suami dalah menerima prasangka baik dari suaminyadan tidak dicari-cari kesalahannya karena hal itu dilarang oleh Nabi SAW, dan tidak sesuai dengan cara menggauli istri dengan baik (mu'aasyarah bil ma'ruuf).


HAK-HAK BERSAMA


Bergaul dengan Baik


Allah SWT berfirman untuk para suami, "...Dan bergaulah dengan mereka secara patut. Kemudian jika kamu tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) karena kemungkinan kamu tidakmenyukai sesuatu, padahal Allah menjadikannya kebaikan yang banyak". (QS : an-Nisaa (4) : 19).


Allah SWT berfirman untuk para istri, "Dan jika seorang perempuan khawatir akan nusyuz atau sikap tidak acuh dari suaminya, maka tidak mengapa bagi keduanya mengadakan perdamaian yang sebenar-benarnya, dan perdamaian itu lebih baik (bagi mereka)..." (QS : an Nisaa (4) : 128).


Hubungan Seksual


Islam tidak melupakan perhatiannya terhadap hubungan seksual yang dilakukan suami dan istri, karena itu adalah salah satu tujuan dari tujuan-tujuan pernikahan, dan memang pantas tidak untuk dilupakan.


Al-Qur'an telah menggambarkan hubungan seksual ini secara umum, yang menunjukkan manfaatnya untuk memenuhi kebutuhan fitrah manusia. Allah SWT berfirman, "Istri-istrimu adalah (seperti) tempat kamu bercocok tanam, maka datangilah tampat kamu bercocok tanam itu, sebagaimana kamu menghendaki..." (al-Baqarah (2) : 223), agar seseorang tidak merasa ada batas atau ikatan. Adapun ayat lain yang membahas masalah ini adalah :


  1. Qs : al-Mu'minuun (23) : 5-6
  2. Qs : al-Baqarah (2) : 187
  3. Qs : al-Baqarah (2) : 226-227
  4. Qs : an-Nisaa (4) : 12

Sedangkan hadits-haditsnya dalah sbb:


  1. "Apabila seorang istri meninggalkan tempat tidur suaminya semalaman, malaikat akan melaknatnya hingga pagi". (HR Bukhari dan Muslim).
  2. "Tidak halal bagi seorang istri yang beriman kepada Allah dan hari akhir berpuasa sunnah ketika suaminya berada di rumah, kecuali jika suaminya mengizinkan". (HR Bukhari, Muslim dan Ahmad).

Hak-Hak Orang Tua


Hak orang tua atas anaknya sangat banyak dan tidak akan bisa dihitung oleh manusia. Cukup sebuah alasan bahwa ayahnyalah yang bekerja, berjuang, bersusah payah hingga letih untuk memenuhi kebutuhan keluarga baik makanan, minuman, pakaian, tempat tinggal maupun kebutuhan-kebutuhan hidup yang lain, yang menyebabkan ia mempunyai hak atas anaknya.


Cukup alasan bahwa hak itu didapat seorang ibu karena dialah yang mengandung, melahirkan, menyusui, bekerja di siang hari, dan begadang di malam hari untuk menjaga anaknya dan melindunginya dari segala hal yang bisa menimbulkan mudharat bagi anaknya, seperti panas, dingin, dan penyakit.


Adapun ayat-ayat Qur'an yang mendukung tentang masalah ini adalah :


  1. Qs : al-Israa' (17) : 23-25
  2. Qs : Lukman (31) : 14)
  3. Qs : al-Baqarah (2) : 83
  4. Qs : Maryam (19) : 14
  5. Qs : Maryam (19) : 32
  6. Qs : Maryam (19) : 41-47

Berbakti Kepada Orang Tua Saat Mereka Masih Hidup


Al-Qurthubi berkata, "Berbakti kepada orang tua adalah memenuhi segala keinginan mereka. Oleh karena itu jika salah satu diantara mereka memerintahkan anaknya dengan satu perintah, anaknya wajib menaatinya sekalipun yang diprintahkannya sesuatu yang mubah (boleh). Begitu pula jika yang diperintahkan itu adalah sesuatu yang mandub (dianjurkan). Namun, anaknya tidak boleh menaati perintah orang tuanya jika perintah itu ditujukan untuk berbuat maksiat atau untuk kemaksiatan.


Berbakti kepada Ayah


"Seorang anak tidak bisa membalas jasa baaknya, kecuali jika dia mendapati bapaknya sebagai seorang budak, lau ia beli dan dia merdekakan." (HR Muslim, Tirmizi, dan Nas'i).


Dari Abdullah bin 'Amr bin Ash r.a, dari Nabi SAW, beliau bersabda, "Ridha Allah tergantung pada ridha orang tua, dan murka Allah terantung kepada murka orang tua". (HR Tarmizi).


Berbakti kepada Orang Tua Didahulukan daripada Jihad


Di antara sikap ihsan (berbuat baik) dan berbakti kepada orang tua adalah apabila jihad belum menjadi fardhu 'ain, anaknya tidak boleh pergi berjihad, kecuali diizinkan oleh kedua orang tuanya.


Dari Abdullah bin Amr r.a, dia berkata, "Seorang laki-laki datang menemui Nabi SAW dan meminta izin untuk berjihad. Nabi SAW bertanya, "Apakah orang tua engkau masih hidup?"


Dia menjawab, "Iya". Nabi SAW bersabda, "Berjihadlah untuk kepentingan mereka berdua". (HR Bukhari dan Muslim).


Berbakti kepada Orang Tua yang Musyrik


Kasih sayang, penghormatan dan penghargaankarena hak yang diberikan Islamkepda orang tua sangatlah tinggi. Karena itu, Islam mewajibkan berbuat baik kepada mereka sekalipun musyrik dan sekalipun mereka mengajakmu berbuat kafir.


Kekafiran mereka tidak menghalangi seorang anak untuk bersikap baik kepada mereka. Allah SWT berfirman, "Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya di dunia dengan baik...". (Qs : Lukmaan(31) :15).


"Allah tiada melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu kerena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya, Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil". (Qs : al-Mumtahanah (60) : 8).


Berbakti kepada Orang Tua Setelah Mereka Meninggal


Berbakti kepada orang tua tidak hanya dilakukan ketika mereka masih hidup saja, tetapi juga setelah mereka meninggaldinia. Diriwayatkan Abi Usaid Malik bin Rabi'ah as-Sa'idi r.a, dia berkata, "Ketika kami sedang duduk-duduk bersama Rasulullah SAW, tiab-tiba datang seorang laki-laki dari bani Salamah datang dan berkata, 'Wahai Rasulullah SAW, apakah masih ada bakti kepada orang tua yang bisa aku lakukan setelah mereka meninggal? '


Rasulullah SAW bersabda, "Ada, yaitu berdo'a untuk mereka, memohonkan ampun untuk mereka, menunaikan janji-janji mereka, menyambung silaturahmi yang tidak bisa tersambng kecuali dengan mereka, dan memuliakan teman mereka". (HR Abu Daud dan Ibnu Hibban dalam Shahih-nya).


"Sesungguhnya bakti seorang anak yang paling baik adalah menyambung silaturahmi dengan teman baik ayahnya". (HR Muslim).


Durhaka kepada Orang Tua


Durhaka maksudnya adalah seorang anak melakukan sesuatu yang menyakiti kedua orang tuanya, baik dengan perkataan ataupun dengan perbuatan, kecuali karena kemusyrikan atau kemaksiatan.


Dari Ibnu Abbas r.a, dia berkata, "Rasulullah SAW bersabda, "Manusia yang paling jahat ada tiga : pertama, orang yang sombong terhadap orang tua dan merendahkan mereka; kedua, orang yang berjalan diantara manusia dengan menebar kebohongan sehingga mereka saling memusuhi dan menjauhi; ketiga, orang yang berjalan diantara seorang laki-laki dan istrinya dengan kebohongan dan fitnah tanpa bukti yang benar hingga dia memisahkan mereka berdua, lalu yang lain menggantikan suaminya setelah suaminya menceraikannya". (HR Abu Nu'aim).


"Sesugguhnya, Allah mengharamkan kalian berbuat durhaka kepada ibu, dan mengubur anak perempuan hidup-hidup. Allah SWT juga tidak senang kalian percaya terhadap isu dan prasangka, banyak bertanya, danmembuang-buang harta". (HR Bukhari).


"Rasulullah bersabda, "Ada tiga perbuatan yang menyebabkan seluruh amal tidak bermanfaat karenanya, yaitu menyekutukan Allah, durhaka kepada orangtua, dan kabur dari medan perang". (HR Thabrani dalam al-Kabiir).


"Allah tidak akan menerima shalat orang yang kedua orangtuanya murka kepadanya, bukan akibat kezaliman mereka kepadanya". (HR Abul Hasan bin Ma'ruf).


Berbakti kepada Ibu Lebih Diutamakan


Seorang laki-laki datang kepada Rasulullah SAW. Dia berkata, "Wahai Rasulullah, siapa yang paling berhak aku pergauli dengan baik?" Rasulullah Menjawab, "Ibumu", Laki-laki itu bertanya kembali, "Lalu siapa lagi?", Rasulullah menjawab "Ibumu". Dia berkata lagi, "Lalu siapa lagi?"Rasulullah menjawab, "Ibumu". Laki-laki itu bertanya kembali, "Siapa lagi?' Rasulullah menjawab, "Bapakmu". (HR Bukhari dan Muslim).


Menyambung Silaturahmi


Diantara hak-hak orang tua atas anaknya adalah disambung tali silaturahminya, yang tidak bisa disambung kecuali dengan mereka.


"...dan berbuat baiklah kepada ibu bapak juga kaum kerabat..." (al-Baqarah (4) : 83).


HAK-HAK ANAK


Ada seorang laki-laki menemui Amirul Mu'minin, Umar Ibnul Khaththab r.a.. Dia mengadukan kedurhakaan anaknya. Umar Ibnul Khaththab r.a. pun menghadirkan anaknya dan memperingatkan anak tersebut agar tidak durhaka kepada ayahnya.


Anak itu berkata, " Wahai Amirul Mu'minin, bukankah anak mempnyai hak atas ayahnya?"


Umar menjawab, "Benar".


Anak itu kembali berkata, "Apakah hak anak atas orang tuanya?"
Umar menjawab, "Ayah harus menyaring ibunya (mencari calon ibu yang baik), membaguskan namanya, dan mengajarkannya Al-Kitab (Qur'an)".


Anak itu berkata, "Wahai Amirul Mu'minin, ayahku tidak menunaikan satupun hakku yang telah kau sebutkan. Ibuku adalah seorang budak majusi. Dia memberiku nama Ja'rana, dan dia tidak pernah mengajarkan kepadaku satu huruf pun dalam Al-Kitab".


Mendengar penuturan anak itu Umar menoleh kepada laki-laki tersebut dan berkata kepadanya, "Apakah pantas engkau datang kepadaku mengadukan kedurhakaan anak engkau, sedangkan engkau telah durhaka kepadanya sebelum dia durhaka kepada engkau. Dan, engkau telah berlaku jahat kepadanya sebelum dia berlaku jahat kepadamu".


Memilih Calon Ibu


Perhatian syari'at terhadap anak diberikan sejak mereka belum dilahirkan. Hal ini dapat dilihat dalam anjuran Rasulullah SAW, kepada kaum muslimin ketika mereka hendak menikah atau memilih pasangan hidupnya (suami atau istri). Rasulullah memberikan sejumlah kriteria yang dapat dijadikan rujukan untuk memilih suami atau istri, sehingga kebahagiaan hidup berumah tangga tercapai, dan keturunn yang dilahirkan adalah anak-anak yang shaleh dan shalehah. Kriteria yang dimaksud adalah ketqwaan, dan keturunan yang baik serta mulia.


Berlindung Kepada Allah Sebelum Bersanggama


Allah SWT berfirman kapada setan yang terkutuk di dalam Kitab-Nya, "... dan berserikatlah dengan mereka pada harta dan anak-anak dan beri janjilah mereka. Dan tidak ada yang dijanjikan oleh setan kepada mereka selain tipu daya belaka". (al_Israa' (17) : 64).


Saat menafsirkan ayat ini, al-Qurthubi berkata, " Diriwayatkan dari mujahid, dia berkata, "Apabila seorang laki-laki bersanggama dengan istrinya, dan dia tidak mengucapkan basmallah, maka jin ikut menjimak istrinya bersamanya. Allah SWT berfirman, "...tidak pernah disentuk manusia sebelum mereka (penghuni-penghuni surga yang menjadi suami mereka) dan tidak pula oleh jin". (ar-Rahmaan (55) : 56). Itulah sifat bidadari di dalam surga".


Dari Utbah bin Abdus-Sulami, dia berkata, "Rasulullah SAW bersabda, "Apabila salah satu dari kalian menyetubhi istri kalian, hendaklah kalian tutupi tubuh kalian, dan janganlah bertelanjang sebagaimanadua unta telanjang". (HR Ibnu Majah).


Dari Ibnu Umar r.a., Nabi SAW bersabda, "Jauhilah oleh kalian berteanjang, karena sesungguhnya, bersama kalian ada malaikat yang tidak akan pernah berpisah dengan kalian, kecuali kalian buang air. Dengan demikian, apabila seorang laki-laki bersanggama dengan istrinya, hendaklah dia malu terhadap mereka dan hendaknya kalian memuliakan mereka". (HR Tarmizi).


Janin di Dalam Perut Ibu


Untuk keselamatan dan kesehatan anak, Islam memberikan dispensasi bagi para istri untuk tidak berpuasa, jika hal itu bisa membahayakan kesehatannya, dan kesehatan anak yang berada di dalam kandungannya.


Ilmu kedokteran modern telah menjelaskan bahwa janin bisa terpengaruh oleh keadaan fisik dan jiwa seorang ibu. Penjelasan ini memperkuat kebenaran manhaj Islam yang menegaskan bahwa ibu hamil harus menjaga kesehatannya, baik jasmani maupun rohani, untuk kesehatan kandungannya.


Adzan di Telinga Kanan dan Iqamat di Telinga Kiri


Dalam riwayat Kitab Ibnus-Sunni dari Hasan bin Ali r.a., dia berkata, "Rasulullah SAW bersabda, "Barang siapa dikaruniai anak, lalu dia mengadzankannya ditelinga kanannya, dan mengiqamatkan di telinga kirinya, niscaya anak itu tidak akan mendapatkan bahaya".


Mencukur Rambut Bayi


Diriwayatkan oleh Yahya bin Bakir dari Anas bin Malik r.a. bahwa Rasulullah SAW memerintahkan untuk mencukur rambut kepala Hasan dan Husain pada hari ke tujuh, dan bersedekah senilai berat rambut mereka.


Adapun mencukur rambut kepala bayi adalah untuk mebuka pori-pori kulit kepalanya dan memperkuatnya, serta memperkuat penglihatan, penciuman, dan pendengarannya, sebagaimana yang dikatan oleh Ibnul Qayim dalam bukunya Tuhfatul Mauduud.


Sementara itu, mencukur sebagian rambut; atau mencukur rambut yang di tengah dan membiarkan yang ada di samping; atau mencukur rambut yang ada di samping dan membiarkan yang ada di tengah; atau mencukur rambut bagian depan dan membiarkan bagian belakang; termasuk ghaza' yang dilarang Rasulullah SWT dalam hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim dari Abdullah bin Samar r.a.. Abdullah bin Samar meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW melarang ghaza'.


Memberi Nama Terbaik


Memberi nama anak bisa nilakukan sebelum, ketika, atau pada hari ke tujuh, atau sesudah itu. Dari Tsabit bin Anas r.a., dia berkata, "Rasulullah SAW bersabda, "Aku dikarunai anak pada suatu malam, maka aku beri nama dia dengan nama ayahku, Ibrahim". (HR Muslim).


Adapun hadits yang lain :


Rasulullah bersabda, "Kalian akan dipanggil pada hari kiamat dengan nama-nama kalian dan nama-nama bapak kalian. Karena itu baguskanlah nama kalian". (HR Abu Daud dengan sanad yang hasan dari Abu Darda').


Rasulullah bersabda, "Milikilah nama seperti nama nabi. Nama yang paling disukai oleh Allah adalah Abdullah dan Abdurrahman. Nama yang paling jujur adalah Harits dan Hammam. Dan, nama yang paling buruk adalah Harb dan Murah". (HR Abu Daud dan Nas'i dari Abi Wahab al-Khats'ami).


Aqiqah


Aqiqah adalah menyembelih kambing karena lahirnya seorang anak pada hari ke tujuh.


Dari Aisyah r.a., dia berkata, "Rasulullah SAW bersabda, "untuk anak laki-laki dua ekor kambing yang umur dan bentuknya serupa, dan untuk anak perempuan satu ekor kambing"". (HR Ahmad dan Tirmidzi).


Menyusui


Agar anak tumbuh dengan baik dan sehat secara jasmani dan rohani, syariat Islam mengarahkan seorang ibu untuk menyusui anaknya selama dua tahun. Seperti yang tercantum di dalam Qs. al-Baqarah (4) : 233.


Dalam ayat tersebut kita mendapatkan beberapa perkara yaitu :


  1. Ibu berhak menyusui anaknya.
  2. Ayah bertanggungjawab memberi nafkah yang diperoleh secara ma'ruf sesuai dengan kemampuannya.
  3. Boleh menyerahkan anak untuk disusui oleh orang lain dengan syarat mereka memberikan bayaran yang layak.
  4. Penutup ayat tersebut juga berisi ajakan untuk bahu-membahu agar anak yang dilahirkan selamat dan sehat.

Khitan


Khitan bagi laki-laki adalah memotong kuluf (kulit) yang ada di ujung penis, sedangkan pada perempuan adalah memotong bagian atas dari kelentit.


Menurut sebagian besar imam dan ulama fikih, khitan wajib bagi laki-laki, sedangkan perempuan sunnah sekaligus kemuliaan baginya.


Mendapatkan Nafkah


Islam mewajibkan seorang bapak menafkahi anak-anaknya selama mereka belum dapat menafkahi dirinya sendiri. Rasulullah SAW bersabda, "Mulailah dengan orang yang kau tanggung..." Anak berkata, "Beri makan aku, kepada siapa engkau serahkan aku?"


Menyia-nyiakan anak dan tidak menafkahi mereka serta lalai dalam mengawasi mereka termasuk dosa besar yang tidak pantas dilakukan oleh seorang muslim. Nabi SAW bersbda, "Cukup bagi seseorang sebagai dosa jika ia menyia-nyiakan tanggungannya". (HR Abu Daud, Hakim, dan Ahmad dalam Musnad-nya).


NB:

Diambilkan dari beberapa pengarang buku yang membahas tentang cara membangun/ membina rumah tangga secara Islami.